Sabtu, Desember 06, 2008

Laskar Pelangi; Benarkah film anak??


Hari Senin kemarin, tepatnya tanggal 27 Oktober 2008 pukul 14.25 WIB, aku dan adikku, -setelah lama sekali gak pernah nikmati waktu bersama dengan my little sister,akhirnya bisa nonton film Laskar Pelangi yang ditunggu banyak orang, ini terbukti dengan antrian yang panjang dan diputar pada dua theater sekaligus. Tepat disebelahku ada seorang bocah kelas lima SD, tiba-tiba anak ini berseru khawatir “aduh ada ibu guru saya!” sembari menutupi muka kecil itu sekenanya begitu ada beberapa rombongan ibu-ibu masih berpakaian seragam PNS melintas dua baris didepan. Tingkah laku bocah ini mau gak mau menarik perhatianku, Aku akhirnya jadi melakukan `interogasi semu` dengan maksud untuk mengetahui seberapa besar minatnya untuk menonton film ini, yaa itung-itung sambil menunggu habisnya film-film ekstra yang sedang memenuhi layar lebar itu.



“Loh kenapa de? Kok sembunyi! Bukannya film ini memang tentang cerita anak-anak sekolah jadi kenapa harus takut ketauan guru kamu?”.Bocah ini merasa tenang setelah dirasa posisinya cukup aman dengan memastikan berdiri sejenak untuk melihat gurunya duduk dikursi beberapa baris jauh didepan kami. “Bukan begitu Kak, saya ini harusnya sekolah, masuk siang” Ooo, sekarang aku tahu kenapa dia harus sembunyikan mukanya tadi, “loh kalau masuk siang kenapa ade ada dibioskop ini? Bolos atau sakit? Kalau gak sekolah karena sakit bukan berarti bisa keluyuran dong” kalau memang dia sakit aku justru merasa salut dengan minatnya untuk menonton film ini bahkan dia tidak mempedulikan sakitnya dan mengalahkan keinginan sekolahnya, mungkin sama semangatnya dengan Seneca yang pernah bilang; Non scholae sed vitae discimus - We do not learn for school, but for life! Tapi kemudian aku jadi tertawa kecil begitu si bocah menjawab ini; “Saya gak sakit kok Kak, sepatu saya tuh basah!” perlu diketahui bocah ini baru pertama kali masuk 21 dan betul-betul sendirian masuk bioskop 21 ini, kukira dengan rombongan geng-nya yang hampir mirip Laskar Pelangi, mengingat film ini tentang persahabatan anak kecil.


“Masak gak bisa sekolah cuma gara-gara sepatunya basah? Terus boleh nonton bioskop gitu, emangnya sepatu kamu cuma satu de?” menurut sepengamatanku bocah ini pasti cerdas (wuits gaya neh bisa tau kecerdasan seorang anak cuma dalam beberapa menit, mentang-mentang pernah jadi guru SD sukarelawan). “Saya gak sekolah `kan gara-gara sepatunya basah, kalo sepatunya basahkan boleh gak masuk sekolah, kalau saya sakit baru gak boleh kesini. Beneran sepatu saya cuma satu, sumpah!” sambil menekuk kakinya diatas kursi, hehehe dalam hatiku “kamu bilang dirumah ada seribu pasang sepatu juga aku tetap mengangguk-anggukan kepala kok”, salut deh untuk bocah ini, i think this is white lie walaupun bohong tetaplah bohong but this is something different!


Si bocah yang begitu ingin tahu bagaimana dunia dan perjuangan anak sekolah seumurannya pinggiran Sumatera hingga mengorbankan satu hari bolos sekolah, aku bisa pahami hal itu karena aku sepakat dengan semangat teman-teman gerakan anak-anak yang selalu mengorbankan panji-panji “semua orang itu guru, alam raya sekolahku”, sebagaimana juga yang diterapkan oleh Bu Muslimah dalam film Laskar Pelangi ini yang mengajak muridnya belajar dari alam, tapi kemudian yang menarik adalah para rombongan guru-guru bocah tadi! Jika muridnya bolos sekolah didalam bioskop ini, lantas apa namanya bagi mereka yang berada ditempat yang sama dengan si murid yang bolos?! Apakah mereka juga menganut prinsip “alam raya sekolahku” dalam hal ini “bioskop adalah sekolahku”???? Proses belajar-mengajar pindah ke bioskop 21! hahahahahaa.


Sekeping realitas nyata yang kutemui dari bangku bioskop ini menggambarkan orang begitu rela melakukan apapun untuk mengetahui bagaimanakah kisah Laskar Pelangi yang diterjemahkan dari tulisan -yang memprovokasi imajinasi kita kedalam situasi itu, menjadi format lain -audio visual, berharap terpuaskan lewat penggambaran yang jauh lebih sempurna dari apa yang telah disajikan oleh buku, Rosa rubicundior, lilio candidior, omnibus formosior, semper in te glorior - Redder than the rose, whiter than the lilies, fairer than everything, I will always have glory in thee. Setelah menonton film itupun beragam pendapat kemudian terlontarkan, ada yang merasa bahwa film ini lebih sempurna dari apa yang disajikan oleh novel, ada yang berpendapat bahwa tidak ada esensi yang berkurang dari yang ditayangkan oleh film tersebut (sebagaimana juga dilontarkan oleh sang penulis ketika launching filmnya), ada juga yang kecewa terhadap penyajian film yang banyak menampilkan hal-hal yang tidak penting ketimbang semangat yang diusung dalam novel tersebut bahkan ada juga yang mengambil kesempatan berharga ini untuk kepentingan politis.


Sebagaimana kita ketahui orang nomor satu di Republik ini saja ikut menonton film ini, siapa yang tidak curiga kemudian, jika orang yang seharusnya paling sibuk di Republik ini tiba-tiba saja meluangkan waktunya untuk sekedar menonton film didepan khalayak publik, bukankah beliau memiliki kekuasan hampir tidak terbatas? Jika memang beliau ingin tahu isi film itu apalah susahnya memerintahkan salah satu ajudannya untuk meminta copy film tersebut dan menontonnya dalam istana (aku yakin pembuat film tidak akan keberatan), kondisi ini kemudian menjadi bola panas bagi beliau. Kita masih ingat bagaimana reaksi masyarakat ketika beliau menitikkan air mata saat menonton film Ayat-ayat Cinta, yang akhirnya menggelindinglah pendapat nyinyir bahwa beliau sedang melakukan `tebar pesona` atau `cengeng`lah..bla..bla..bla.. mungkin ini juga sebagai bentuk apresiasi lain atau efek yang ditimbulkan oleh film tersebut.


Tidak bisa dipungkiri film sering dijadikan alat propanda terhadap isu atau misi-misi tertentu bagi beberapa golongan. Film Rambo yang begitu fenomenal adalah senjata yang sangat efektif bagi Amerika untuk menutupi malu dari kenyataan kalah perang di Vietnam, maka diciptakan sosok yang dapat menyelesaikan itu semua hanya dengan satu orang! begitu hebatnya sosok Rambo hingga menjadi idola para penontonnya bahkan dalam masyarakat Vietnam.


Kawan-kawan aktivis pergerakan juga memanfaatkan film seperti misalnya dalam Film `Behind Border` `Burning Mississipi` dan `I am Sam` yang mengusung misi kemanusiaan dan advokasi bagi masyarakat yang terpingggirkan. Kita pasti masih ingat `film wajib` yang setiap tahun diputar semasa penguasaan orde baru yaitu `G 30 S/PKI` juga merupakan sarana propaganda yang sangat efektif sehingga begitu meyakinkan masyarakat akan kekejaman dan menunjukkan betapa heroiknya seorang Soeharto padahal kita belum mengetahui kebenaran fakta sejarah, meskipun sejarah juga cenderung subjektif kearah hal yang menguntungkan bagi si penyusun (penyaji) sejarah itu.


Aku jadi ingat ketika masa-masa kuliah dulu ketika sering menghadiri undangan diskusi kawan-kawan, ada seorang pemateri yang bilang bahwa komponen perubahan ada 4 elemen; ide, masa pendukung, media propaganda dan yang jelas uang. Secanggih apapun ide yang dimiliki seseorang jika tidak ada yang mendukung (sepakat) mungkin ide itu hanya menjadi tumor otak bagi si pencetus, agar ide ini dapat tersebar luas maka diperlukan alat propaganda (bisa melalui koran, radio, poster, lagu, film dll) yang secara efektif meluas dan sporadis (eits dah lama gak denger istilah sporadis euy!), elemen yang terakhir tak perlu diragukan lagi. Sepakat berarti ada persamaan persepsi; baik dengan cara temuan kesadaran sendiri atau upaya memaksakan kesamaan itu, bagiku bull shit jika ada movie maker yang bilang “kami sekedar menyajikkan tontonan, terserah bagaimana penonton menyikapi, kami tidak memaksakan untuk sepakat dengan ide yang kami tuangkan dalam film kami”, film dijadikan alat bagi mereka untuk menggiring pikiran penonton agar sepakat terhadap apa yang mereka sajikan, setidaknya mempengaruhi pikiran penonton –meskipun kekuatan pikiran penonton bebrbeda-beda.


Sebagai contoh misalnya film horor “Jembatan Cassablanca” aku yakin bagi orang yang pernah menonton film itu begitu melintasi sekitar situ ada sedikit keinginan berharap melihat penampakan hantu itu, kenapa aku bilang begitu? Jika mereka tidak berharap melihat penampakkan mereka tidak perlu tengok kanan-kiri, bunyikan klakson atau memainkan lampu saat melintas, bukankah ini sebuah indikator (meskipun sepele banget) bahwa film berhasil merubah pikiran penonton kearah apa yang diinginkan movie maker.


Benarkah film Laskar Pelangi adalah representasi semangat anak-anak dalam meraih impian untuk mengejar cita-cita mendapatkan pendidikan setinggi mungkin sebgaimana yang digembar-gemborkan? Perlu diingat film Laskar Pelangi tidak bisa lepas dari Novelnya, meskipun tidak mungkin seluruh isi novel dapat berubah wujud menjadi audio visual. Movie maker gak mau spekulatif mengangkat naskah yang belum diketahui reaksinya dalam masyarakat, maka mereka ambil jalan singkat ambil yang sudah jelas tenar dimata masyarakat


Ini yang menjadi dilema bagi para movie maker, seperti misalnya kejengkelan Hanung Bramantyo ketika menggarap AAC yang menjadi terbatas dalam melakukan eksplorasi karena harus berhadapan dengan penulis novel itu (yang berharap kemurnian materi), produser (segi duit/komersil pastinya) dan ormas islam (yang tidak mau kemurnian nilai jadi rusak oleh film itu sendiri), banyak bermunculan kritik bahwa film AAC bukanlah melulu tentang nilai islam yang tak ada bedanya dengan film romantisme (percintaan belaka) hanya settingnya saja yang berada dalam lingkungan islam, tapi apa yang terjadi? Kenyataannya; bioskop 21 dipenuhi oleh ibu-ibu pengajian. Aku tidak menangkap begitu kuatnya semangat anak-anak (Laskar Pelangi) dalam menunjukkan keinginan mencari ilmu dalam film ini, (tidak sekuat yang disajikan dari tulisan Andrea tentunya). Film ini terlalu banyak menyajikan domain pada mind set-nya orang dewasa. Mungkin secara sinis kubilang film ini mengenai kegalauan hati guru yang mengajar pada sekolah yang hampir rubuh! Mengapa demikian…


Dimulai dari adegan awal masa masuk sekolah, begitu khawatirnya dan kalutnya para guru hanya karena kekurangan seorang murid -karena jika kurang dari sepuluh maka sekolah tersebut ditutup, pertanyaannya apakah jika memang kurang seorang murid lantas kemudian mereka berhenti menjadi pendidik (jika guru dikatakan sebagai profesi tetapi pendidik bukan)? Kegelisahan Bu Mus sampai-sampai harus melontarkan perkataan “Seharusnya ini menjadi hari pertamaku menjadi guru!” sampai-sampai dia bersiap diatas sepedanya untuk mencari seorang anak hanya untuk memenuhi kuota (entah dia ketemu anak siapapun disepanjang jalan nantinya).


Tokoh Bu Mus yang seharusnya sangat kuat menonjolkan upaya dia mendidik anak-anak justru ternodai dengan remeh-temeh gangguan rayuan Tora Sudiro, pekerjaan sampingannya sebagai penjahit dan keterpurukan mental setelah ditinggal Kep Sek, ini sama sekali tidak penting dalam film ini, adegan ini tidak dimunculkan pun tidak akan mengurangi esensi film ini, lagi-lagi ini domain orang dewasa yang mengambil porsi durasi peran anak-anak yang cukup banyak.Sementara peran anak yang ditonjolkan lebih banyak remeh-temeh belaka.


Kepasrahan Kepala Sekolah yang tak perdaya pada selembar kertas keputusan sehingga harus tega mengubur impian anak-anak untuk bersekolah. Tapi bandingkan dengan adegan ketika KepSek berdiskusi dengan kawannya, bersikukuh mengatakan akan mempertahakan sekolah itu meskipun tidak mendapatkan bayaran atau minimal tertunda beberapa bulan dan rela mendidik anak-anak, meskipun keadaan sekolah begitu menyedihkan. Kecurigaanku kemudian adalah adegan ini dimanfaatkan sebagai alat propanda untuk menunjukkan nilai-nilai institusi Muhammadiyah, cukup panjang durasi diskusi ini. Bukankah anak-anak itu tidak peduli dengan institusi sekolah mereka (nasib juga yang membawa mereka pada sekolah yang menyedihkan itu karena pilihan sekolah lain sangatlah sulit bagi mereka) yang mereka inginkan hanya sekolah itu sudah! jadi untuk apa dijelaskan mengenai nilai yang dibawa institusi? Sementara porsi adegan yang menggambarkan semangat anak-anak akhirnya tidak tereksplor dengan maksimal.


Aku masih mau menilai film ini yang banyak mengeksplor mind set orang dewasa (sekedar mencari jawaban apakah benar film ini murni tentang semangat anak mengejar cita-cita). Kita lihat lagi kegalauan hati seorang guru bernama Bakri yang harus mengubur idealismenya karena merasa tidak ada jaminan hidup yang pasti dalam meniti karir disekolah itu. Kenyataan desakan pemenuhan kebutuhan hidup telah mengalahkan idealisme untuk mengajar anak yang tidak berkecukupan. Aku pribadi pernah mengalami situasi ini ketika beberapa bulan menjadi posisi guru sukarelawan SD pada sebuah yang termasuk IDT, aku bilang posisi karena tidak sepenuhnya aku berniat `sukarelawan` disekolah itu dan tidak dilandasi dari awal niat menjadi pendidik, lebih dari sekedar mengisi waktu luang sambil menunggu pekerjaan lain, terus terang saja. Jadi yang kumaksud dalam hal ini (kasus Bakri) adalah bahwa ini domain orang dewasa.


Masih ada lagi, entah mungkin aku yang lupa dengan isi buku. Aku jadi heran dengan kemunculan Tora Sudiro dalam film ini, aku coba mengingat-ingat siapakah tokoh dalam buku yang diperankan Tora (sialnya novelku kutinggal di Sumatera!). Sejak mula-mula film ini diputar terlihat sekali upaya pendekatan Tora untuk meraih hati Bu Mus, sampai membujuk agar berpindah kesekolah PN Timah, beberapa adegan bersepeda, pertemuan mereka disekolah PN Timah, saat kematian Kep Sek. Lagi-lagi ini wilayah orang dewasa. Mungkin ini kekhawatiran movie maker yang gak mau kehilangan penonton orang dewasa dengan menambah sedikit bumbu-bumbu mendekati romantisme.


Pertanyaanku mengenai sosok Tora sedikit terbuka justru ketika hampir diakhir fim tapi kemudian aku jadi ragu lagi, jika memang dugaanku Tora memerankan tokoh (pada novel) seorang guru PN yang begitu arogannya dengan embel-embel keilmuannya bahkan gelar akademik yang menyangkal jawaban akhir Lintang saat lomba cerdas cermat dan menurut penilaianku sendiri justru penulislah yang begitu arogan, karena menggunakan Lintang yang nota bene anak SD dengan akses keilmuan yang terbatas dapat mematahkan arogansi guru SD bertitel itu dengan memaparkan teori yang diakui oleh sang guru sebagai teori yang sangat tinggi, ini menjadi berbeda dalam film dimana Tora justru mendukung jawaban Lintang.


Yang kumaksud mengenai arogansi penulis adalah Andrea tidak sadar bahwa dia berubah menjadi Lintang dan anak-anak LP lainnya. Andrealah yang pernah mengecap ilmu dan teori itu dari bangku SMA, kuliah bahkan Sorbonne Perancis sana, bukan anak-anak SD itu! Banyak sekali sebenarnya dalam novel (yang membuat aku muak) tentang ketidak sadaran Andrea memerankan posisi yang harusnya lebur menjadi anak-anak, bukan menunjukkan arogansi keilmuan yang pernah dia dapatkan tapi dituturkan lewat mulut seorang anak SD, yang terjadi kemudian adalah novel tersebut menjadi serupa kamus lengkap ilmiah atau kamus lengkap tumbuh-tumbuhan (lihat beberapa halaman terakhir), hal ini juga menjadi suatu hal yang tragis ketika diawal pengantar buku -dengan bangganya (arogan) mengatakan bahwa novelnya sering dijadikan rujukan ilmiah, benarkah begitu?


Apakah dengan mengutip materi dari buku orang lain tanpa menulis rujukan kutipan itu disebut suatu hal yang ilmiah? Sepengamatan saya yang lemah ini dan pelupa ini, tidak ditemukan sepotongpun tulisan yang menunjukkan referensi yang diambil oleh penulis ketika dia berkoar-koar mengenai ratusan nama latin bunga-bunga, hewan dan teori-teori ilmiah yang tersebar memenuhi lembar-lembar dalam novel ini (apakah Andrea sendiri yang memberi nama latin bagi bunga-bunga itu? Benarkah dia hafal nama itu semua tanpa melihat lagi buku acuan sebelum dia tuliskan dalam novelnya? Bersifat ilmiahkah tindakan ini?).


Kembali lagi pada film, pemilihan set film dengan menggunakan narasi suara Ikal dewasa yang pulang untuk pamit menuju Sorbonne menunjukkan bahwa peran utama dalam film LP berada pada Ikal, ingat film ini digembar-gemborkan sebagai penggambaran anak desa yang begitu semangatnya menimba ilmu yang dimulai dari sekolah yang hampir roboh sampai akhirnya bisa kuliah diluar negeri dan tokoh utamanya adalah Ikal, tapi sayang aku tidak menangkap kesan yang begitu kuat dari semangat itu ada pada tokoh Ikal dalam film ini (berbeda kesanku terhadap Ikal dalam novel), bukan karena penguasaan peran dari pemain tetapi proporsi untuk menunjukkan itu tidak tereksplor dengan baik.


Pemunculan Ikal diawali dengan ketidak pede-an untuk sekolah dikarenakan menggunakan sepatu perempuan. Sebagai pemeran utama yang memiliki semangat untuk mengejar ilmu justru terkalah dengan sosok Lintang, dimana beberapa kali ditunjukkan adegan dia harus berhadapan dengan buaya, mengasuh adik-adiknya mengejar waktu untuk sekolah setelah kepulangan ayahnya dari melaut dan bersepeda dengan jarak yang sangat jauh. Peran Ikal justru terjebak (atau dijebakkan oleh movie maker) kepada hal-hal yang tidak menunjukkan semangat untuk sekolah. Berulang-ulang adegan seputar kapur, toko keloontong dan kuku indah bahkan dalam kelas pun berulang-ulang ditunjukkan keinginan Ikal untuk membeli kapur. Bandingkan dengan tokoh Denias yang begitu tereksplor dengan sangat baik sekali bagaimana sangat besar porsi adegan penunjukkan keinginannya untuk bersekolah hingga jatuh-bangun menuju kota.


Kesan terburuk yang didapat dalam film ini bahwa Ikal pergi ke Sorbonne hanya karena kaleng bergambar menara Eiffel pemberian pujaan hatinya, seharusnya ditonjolkan secara kuat bagaimana Lintang menjelaskan Perancis sebagai lumbung ilmu yang banyak mencetak tokoh-tokoh dunia dan teori-teori keilmuan yang begitu mendunia sehingga muncul ketekad hati mereka untuk meraih cita-cita itu (jika memang film ini konsisten dengan jargonnya `impian seorang anak desa yang mengejar ilmu hingga ke Sorbonne) tidaklah cukup dengan durasi beberapa detik saja sementara banyak sekali frame-frame yang menunjukkan hal-hal yang tidak perlu!.


Keinginan subyektifku sebagai penonton (yang telah membaca novelnya) justru terletak pada bagian ketika Mahar dan Flo membentuk persaudaraan rahasia sejenis Ilumnati. Bagaimana bocah seumuran Mahar dapat mempunyai ide cemerlang itu hingga mampu meyakinkan orang-orang dewasa dalam proses perekrutan tersembunyinya dan melakukan petualangan demi memecahkan permasalahan berbau mistis, misterius, gaib dan takhayul yang dipercayai oleh pandangan masyarakat tapi mereka memecahkah misteri itu dengan hal yang ilmiah. Meskipun akhirnya anak-anak ini terperosok terlalu jauh dalam kegilaan mereka sendiri hingga nilai sekolah mereka turun drastis dan mengambil jalan singkat meminta bantuan kepada seorang dukun yang paling disegani. Tapi pesan moralnya sangat HEBAT sekali bahkan dukun sekaliber Tuk Bayan saja memberikan `mantra` bagi anak-anak itu; `KALAU MAU PINTAR, YA BELAJAR!`


Sayang dalam film ini porsi petualang mereka tidak terkesplor dengan luas, hanya sekedar ditunjukkan dengan adegan turun dari perahu dan bayangan sang dukun fenomenal itu saja. dan esensi perjuangan anak-anak dalam mencari ilmu, movie maker lebih tertarik mengeksplor pencarian ide kreatifnya Mahar dalam menghadapi Karnaval, sementara persaingan studi (nilai sekolah) dimana masing-masing unggul dalam mata pelajaran tertentu antara sesama anak-anak dikelas tidak terlihat. Terakhir pada penutup film dimana Lintang dari balik jendela menatap bangga anaknya yang bersekolah dan beranggapan pentingnya arti sekolah bagi anaknya, lagi-lagi ini point of view orang dewasa. Terlepas dari itu semua, film Laskar Pelangi sebagai sarana hiburan memang menjadi rekomendasi bagi kita yang haus akan tontonan bermutu, yang capek dengan film-film yang sekedar mengejar trend film. Tulisan diatas adalah murni subyektifitas aku yang merasa ada sesuatu bergerayangan dikepalaku, bikin tangan gatel untuk menulis sesuatu.


Semper letteris mandate - Always get it in writing!


-koelit ketjil -
tulisan ini juga diposting diblogku ; http://timoerlaoetnoesantara.blogspot.com/2008/10/laskar-pelangi-sebuah-film-anak-atau.html

Selasa, Agustus 12, 2008

Galeri Karya Penduduk Seko Nol


Gie Menamparku


Kau mengaku sebagai pemuda?!
Lantas untuk apa selimut itu?!
Hangatkan diri?
Agar tak masuk angin?!


Tapi Hutan Andalas terlampau luas, Liar...
bahkan imajiku terpuruk pada pokok batang trembesi itu
Telingaku bergidik mendengar aum Tiggris Sumatrans
Hutan hujannya menggigilkan pori-poriku, Gie!


Pengecut!
Hutan yang membuatmu terpuruk itu telah gundul
Tak ada lagi batang trembesi, Semua homogen; PALM!
Hutan itu tak lagi perawan, menjanda berpuluh tahun
Nikmatilah petualanganmu membelah hutan Andalas, kawan


Benarkah itu Gie?
Bukankah selimut tebal dan kasur empuk ini begitu nyaman?
Mungkin kau pun ingin sejenak merebah diri
Menjauh dari Gunung, Hutan dan Politik Tai Kucing itu


(Tak disangka Gie bangkit, kepalan tangannya berkelebat cepat... PLAAKKK!!!)



"..Dan orang-orang seperti kita tidak pantas mati di tempat tidur..." *


Langkahnya gontai menembus malam
Berubah wujud menjadi Harimau Sumatera
Mengaum tapi menyayat hati
Menangis, mungkin


Satu titik di Andalas, 08-09-08
(catatan: * adalah kata-kata Soe Hok Gie 1969)


SEORANG KAWAN, SECANGKIR TEH DAN SEJUTA MIMPI

Ekplorasi otak dan untaian ide



Tanpa henti, tak kenal kata `putus`

Secangkir teh hangat cairkan kebekuanBenak, mengendap, tak tetap!


Biar saja sore ini berwarna lembayung

Biar menjadi penuntun bagi

Belibis pulang sore

Biar Belibis pulang pada sarang, biar

Tapi kau tetap disini ceritakan duniamu

Maya, tidak mengaku jika kau bertutur

Apapun kau ucap bukan lagi impian

Keyakinanmu menghidupkan

Nyala api di matamu yang membangunkan

Kawan, mari kita nikmati nuansa lembayung sore

Tapi kau harus berjanji satu hal

Ceritakan dunia disana

Dunia yang sejak dulu kau sebut

“Kedamaian Abadi”






…… walau cukup kecil……



(Koelitketjil, Jogja, 23 Maret 2003)





SURAT UNTUK KAKAK

Kakak, bagaimana kabar kakak di jogja?
Semoga Kakak tidak lupa Ade yang Kakak tinggal
Semoga Kakak tidak lupa rumah, Ade kangen!
Satu yang Ade tidak mengerti
Kakak lari dari perang atau pergi kuliah?
Kalau Kakak lari dari perang, kenapa Ade tidak Kakak bawa serta!
Kalau Kakak pergi kuliah, Ade juga ingin pandai, disini capek Ade terus lari
Disini Ade gak kuat dengar tangis Poma,
Ade gak bisa lagi bantu Ayah berjalan,
Kaki Ayah harus putus!!
Ade gak tahu kenapa bola besi itu minta kaki Ayah?!
Ayah gak bisa lagi main bola dengan Ade,
Bahkan Ade takut dengan bola sekarang,
Jangan-jangan meledak lagi
Ade masih ingin main bola, tapi tidak disini!
Kakak, Ade cuma minta satu dari Kakak

….TOLONG KIRIM BOLA DARI JOGJA, KARENA BOLA DISINI PASTI MELEDAK!
ADE KANGEN……………..

(Koelitketjil, Bugisan, 18 Maret 2003)


SUDAH HAMPIR LIMA TAHUN

Sudah hampir lima tahun
Aku hidup di jogja, memperkosa atmosfernya
Justru aku tercekik oksigennya
Hampir lima tahunKucumbui kemesraan romansanya
Eh, koq malah dicampakkan realita

Lima tahun!
Kubelai jalan panjang kota jogja,
Rupanya terlampau banyak kerikil!
Sementara aku tidak bersepatu

Tahun ke lima,
Kenyataan memutar ulang romantika
Terbius bius seduhan teh gula batu
Selama lima tahun!!

Setelah lima tahun
Aku menjadi manusia…………… semoga

(Koelitketjil - Jogja, 10/02/04)












****









****








SEMOGA DIA MNDPTKAN CWO YG TERBAIK UNTUKnya...



HUHUHUHUUU...^,^AMIN..






TUHAN.....aKu mEManG bUKaN yG tRbaiK uNTukNYa...





(Ofymix/Anak Gajah)






****










Lemah,saAT jantung trasa sPerti tertUsuk belati.
MenGUcAP hal yg tak brarti.
DsaAT Q hancur.Dia pERlahan pERgi.
Mengapa ini hrus Q alami,

saAT smw pRCya itU pasti.
Q hnya bisa tUruTi ap mau nya.

Entah mungkin swatU saAT dia pRgy mNingGalKan Q.

Mungkin nanti,bsk,atw lain wkt.SaAT dia tmukan seseorang yG lbh dari Q.


Dmi kbAhagIaanNya,
Q khan trSenyum smbAri malaikat berSayap datang menjempuT q.



Dan hANya satU pinta Q.



Tuhan biarkanlah ciNta ini ad uNtUk dia seoRang.





If i death tomorrow i be okay,
becAuse i belive,aBOut her love,and my.Spirit aBout it.. .




.Thx 4 god...

(oentoeng)







*******








Alam ku yang sekarat..... Dulu kau indah...
udaramu segar...
hijau daunmu sangat tentram.
.dirimu bagai kan surga yang nyata.....
tapi sebelum ada orang-orang serakah..
.pabrik-pabrik nakal..
membawa traktor....
gergaji mesin...
dan bahan bakar untuk menghanguskan hutan mu..
sampai kapan kau bisa bertahan..


alamku yang telah hilang...

dan lamunan itu muncul saat aku duduk di pojok sofa...t
ernyata di sekelilingku hasil alam ini yang telah di perkosa manusia

ANJING!!!!!!!!!!!

apakah aku juga termasuk...


jogya 2007



Aku mempunyai pengalaman seks dan ingin kubagikan kepada para pembaca. Kisah ini terjadi beberapa waktu yang lalu, dimana aku sudah mempunyai seorang suami yang sampai sekarang masih tetap hidup rukun. Pengalaman seksku ini bukan pengalaman yang terjadi di antara aku dan suamiku, melainkan karena keadaan dimana aku terangsang oleh kehadiran seorang pria yang membuatku terpaksa untuk melakukannya. Dimulai dengan kejadian undangan pesta pernikahan kawanku.





"Kringggg... kringggg..." dering telpon rumahku berbunyi."Hallo..." sapaku, rupanya teman SMA-ku sebut saja Lina yang menelepon."Kamu pasti datang kan Len?" tanya Lina."Tentu saja aku datang, undangannya sudah kuterima kemarin sore kok." jawabku.Setelah berbincang sejenak maka telpon kututup. Maklumlah aku adalah seorang wanita karier, jadi karena jadwalku yang padat sering kali aku banyak tidak menghadiri acara-acara pernikahan teman-temanku yang lain. Namun kali ini yang menikah adalah Lina sahabat baikku, jadi mau tidak mau aku harus menyempatkan diri untuk menghadirinya.





Pagi ini setelah bertemu dengan client, handphone-ku berbunyi lagi. Rupanya Lina lagi yang menelpon memastikan aku untuk datang besok ke pernikahannya, sekalian juga mengundang untuk acara widodaren malam ini. Namun aku lupa telah berjanji untuk menemani suamiku bertemu dengan client-nya untuk acara dinner malam ini. Jadi aku meminta maaf kepada Lina dan aku berjanji kalau besok pada hari H-nya aku akan datang ke pernikahannya.





Malamnya, aku menemani suamiku untuk dinner dengan client-nya di salah satu hotel berbintang lima di kotaku. Kami memesan tempat terlebih dahulu dan memberitahukan kepada pelayan jika nanti ada yang mencari suamiku harap diantarkan ke tempat kami. Memang hampir semua pelayan disana telah banyak mengenal kami. Karena memang tidak jarang suamiku mengajak client-nya untuk Dinner di sana, tentunya untuk berurusan bisnis.




Kira kira 15 menit kemudian, datang seorang Lelaki yang umurnya rasanya tidak berbeda jauh dengan suamiku, dia didampingi dengan seorang wanita yang sangat anggun, meskipun parasnya tidak begitu cantik. Suamiku pun bangkit berdiri dan memperkenalkan diriku kepada mereka berdua. Rupanya lelaki itu bernama Surya dan istrinya Helen. Mereka pun duduk berdampingan bersebrangan dengan suamiku. Tidak lama kemudian, suamiku dan Surya terlibat pembicaraan yang seru soal bisnis mereka. Sementara aku pun asik sendiri dengan Helen berbincang dan bergosip. Namun kurasakan sesekali Surya sering mencuri pandang padaku. Maklum saja malam itu aku mengenakan baju berbelahan dada yang renda berwarna hitam yang tentunya sangat kontras dengan kulitku yang putih dan rambutku yang berwarna coklat kemerahan.




Dalam hati kecilku sebenarnya aku juga diam-diam mengagumi Surya. Badannya tinggi dan kekar serta penampilannya mempesona seolah memiliki kharisma tersendiri, ditambah lagi wajahnya yang tegas namun menunjukkan kesabaran serta sorot matanya yang tajam. Berbeda sekali dengan suamiku. Diam-diam ternyata aku juga sering memperhatikan Surya. Tidak terasa waktu menunjukkan pukul 21:00, Surya dan Helen pun pamit kepada kami karena mereka sudah berjanji akan pergi bersama saudara Helen yang kebetulan berulang tahun. Setelah membereskan pembayaran, aku dan suamiku pun pulang ke rumah.




Besoknya, seperti yang sudah di janjikan, aku pergi bersama suamiku ke pernikahan Lina. Benar-benar suatu pesta yang sangat meriah. Tamu yang diundang begitu banyak dan semua ornamen di dalam gedung serta keseluruhannya benar benar tertata dengan indahnya. Setelah hidangan utama keluar, aku permisi kepada suamiku hendak ke toilet. Ternyata Toilet di lantai atas dimana pesta berlangsung sangat penuh. Aku pun berinisiatif untuk turun ke lantai bawah sekalian hendak ke counter kue dengan maksud hendak membelikan kue untuk anakku.
Ketika menunggu lift, aku tersentak ada seorang lelaki menyapaku. Ternyata Surya, teman suamiku yang bertemu semalam. Dia mengatakan dia mau turun juga sebab dia merasa mobilnya belum di kunci begitu katanya. Kami pun bersama memasuki lift. Aku jadi serba salah karena lift itu kosong dan tinggal kami berdua saja. Apalagi ketika Surya mendekatiku dan mengatakan kalau penampilanku sangat cantik malam ini.


Malam itu aku mengenakan terusan berwarna merah menyala dengan bagian punggung terbuka, dan bagian depan hanya di ikatkan ke leherku. Jantungku berdegup makin kencang. Tidak munafik aku pun semalaman terbayang terus akan Surya. Suasana jadi hening di dalam lift. Surya mendekatiku dia mengatakan bahwa sejak kemarin dia pun selalu teringat akan diriku, bahkan ketika malamnya dia bercinta dengan istrinya pun dia membayangkan sedang bercinta denganku. Aku pun tersentak sekaligus senang aku hanya tersenyum saja.




Tiba-tiba tangan Surya menarik tanganku. Dia mendekati wajahku dan mencium pipiku dengan lembut. Aku tidak kuasa untuk menolaknya. Lalu tiba-tiba Surya berjalan ke tombol lift dan dia memencet tombol lift hingga lift-nya pun berhenti. Aku menjadi serba salah, dalam hati aku sangat takut, tetapi aku juga diam-diam sangat menginginkan semuanya terjadi. Lalu Surya mendekatiku lagi, dia mencium bibirku dengan lembut. Nafasku semakin tidak teratur, aku pun tidak kuasa menolaknya. Kami pun melakukan french kiss dengan hebatnya. Tangan Surya perlahan meraih belakang leherku dan menarik tali pengikat bajuku, rupanya dia berusaha membuka pakaian pestaku yang dirasakannya menghalangi pemandangan indah yang sudah dinanti-nantikannya. Aku pun tersentak, tetapi dia membungkam mulutku lagi dengan ciuman-ciumannya, aku hanya bisa mengikuti permainan ini sambil mendesah menghayati kenikmatannya.


Surya menciumi bibirku kembali, kami melakukan french kiss sejenak, kemudian dengan cepat membereskan pakaian kami kembali yang berantakan karena terburu-buru melepaskannya tadi. Setelah saling membetulkan pakaian, Surya pun menekan tombol lift kembali dan kami meluncur langsung naik ke atas, kali ini kembali ke tempat pesta berlangsung. Rupanya Surya memang tidak bermaksud turun, dia segera berlari ke lift ketika dia melihatku berjalan keluar ruangan. Setelah saling menukar nomer telpon, kami pun berpisah. Sambil masuk ke ruangan, Surya mengerlingkan mata nakalnya kepadaku, aku hanya membalasnya dengan senyuman saja. Ketika aku kembali ke tempat duduk, suamiku bertanya kenapa aku lama. Aku bilang saja bertemu dengan teman lama dan sempat mengobrol dengannya sejenak.Dan tidak lama kemudian, acara pun diakhiri dengan foto bersama pengantin. Setelah memberi selamat kepada Lina, aku dan suamiku pun pulang ke rumah. Malamnya, aku banyak tersenyum-senyum sendiri karena masih mengingat kejadian yang begitu indah dan menggairahkan bersama dengan Surya di lift tadi.
ini pengalaman yang di ceritakan istri teman saya "maaf aku kilaf tapi hebat dirimu..maaf??"



(by Adi Qiting, di edit seperlunya utk menghindari kesan porno berlebihan, Djancuk!)




Jumat, Agustus 08, 2008

WORO-WORO

MERDEKA REPUBLIK KU.... MERDEKA BANGSA KU... MERDEKA NEGERI KU .... MERDEKA LAH ANAK BANGSA DAN ANAK NEGERI REPUBLIK INI
Salam boedaja Repoeblik Indonesia telah menjadi bahan tertawaan orang lain bahkan pendoedoek negerinja sendiri liat sadja program-program (republik BBM, democrazy, bang one dll) televisi belakangan ini. apa memang negeri ini patoet oentoek teroes ditertawakan? ataoe memang ini jang soedah direntjanakan para founding father kita, merantjang seboeah nation state olokan? djadi apa jang haroes dilakoekan oleh pemoeda bangsa ini agar tidak mendjadi olok-olokan? apakah doenia teater dapat mendjawab? atao joestroe tertawa lebih keras lagi?
Djogjakarta, 17 Agoestoes 2008





KELUARGA BESAR KOMUNITAS SENI SEKO NOL
MENGUCAPKAN:



SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU BAGI






**** SUMANDITA NOVIANI (DHITA ENDUT)

&

UDIN SAFIUDIN ****



(Bantul & Banten)






SEMOGA TERBINA KELUARGA SAKINAH, MAWADAH, WAROHMAH, RUKUN, DIBERKAHI KARUNIA ANAK, AWET SAMPE SETERUSNYA, TIDAK BERPOLIGAMI/POLIANDRI, TERHINDAR DARI KDRT, ANAK-ANAKNYA SENENG TEATER, POKOKNYA SEMUA DOA TERBAIK DARI KAMI UNTUK KALIAN


KITA SEMUAAA... (IKUT) BERGEMBIRA...... DENGAN PERNIKAHAN KALIAN





(Yogyakarta, 08-08-08)



nge-pas-paske tanggalan yo mbak?

Minggu, Agustus 03, 2008

Trauma Healing Anak-anak Widoro

Proses Latihan Teater Anak di Dusun Widoro


Memfasilitasi Kemampuan Anak Berpuisi


Pembacaan Naskah Saat Latihan


Fasilitator Teater Anak harus terus mengamati Perkembangan Proses


Media Menggambar Salah satu Identifikasi Trauma Healing


Belajar Sama-sama... Kerjasama sama-sama...

Menangkap Semua Keinginan dan Usul Anak merupakan aplikasi Metode Pembelajaran Partisipatory


Semua berbaur menjadi satu.. belajar bersama dengan alam


Dulu kami tidak ingin melihat gempa, dengerin gempa atau ngomongin gempa tapi sekarang kami sudah gak takut gempa lagi!!!!

Kamis, Juli 31, 2008

Tahun Baru... Tahun Kelahiran Seko Nol

Sekedar bersukur atas pertemuan ini, Tuhan

Paijo membaca benih yang tumbuh

menikmati kebersamaan dalam kesederhanaan


Sang Anak Gajah dan jimbenya


Terlalu larut kawan

Danang, kehadirannya dimuka bumi bertepatan dengan kelahiran Seko Nol

Pergantian tahun kuantar kau lewat kata-kata

Parjono dan puisi bahasa jawanya



Patuk, Gunung Kidul (Pergantian Tahun 2006-2007)



LINGKARAN AKU CINTA KAU

(Sawung Jabo)


Kini kami berkumpul, esok kami berpencar

Berbicara tentang kehidupanBerbicara tentang kebudayaan

Berbicara tentang ombak lautan
Berbicara tentang bintang di langit

Kami berbicara tentang Tuhan
Berbicara tentang kesejatian
Tentang apa saja


Malam boleh berlalu
Gelap boleh menghadang
Disini kami tetap berdiri
Disini kami tetap berpikir
Disini kami tetap berjaga
Disini kami tetap waspada
Disini kami tetap membuka mata
Disini kami tetap selalu mencari kesejatian diri


Alang-alang bergerak
Mata kami berputar
Seperti elang kami melayang
Seperti air kami mengalir
Seperti mentari kami berputar
Seperti gunung kami merenung


Dilingkaran kami berpandangan

Dilingkaran kami mengucapkan


Aku cinta padamu
Aku cinta padamu
Aku cinta padamu
Aku cinta padamu




yaa... malam ini kami hanya berkumul, memutar memori biologis kami, berbicara tentang pembentukan dan pertemuan kami lewat proses pemberontakan, yaa.. moment pergantian tahun yang sama kala 2004 bergulir menuju 2005 dalam acara perang puisi meski pada komunitas yang lain tapi ini kami jadikan titik awal pemberontakan dan pembentukan komunitas kami, merenungkan apa yang telah kami lakukan, berpikir untuk merencanakan atau sekear mengikuti proe kehidupn setelah ini. tak kalah pentingnya bagi kami bersukur kepada Tuhan telh menciptakan manusia, diantaranya kami inilah!


Buka Puasa bersama Anak-anak Gilangharjo

Ayooo Ade-ade kita main sombyong lagiii.......


Kenapa nangis Dek?..... huhuuu.... aku kasian liat mukanya Mas Pono..abis jelek sih....


Oooiii...Marley turun nanti jatuh loh! Ayo sini mas kalo berani, tak tembak loh..dor!

Gilangharjo, 15 Oktober 2006

Kawan-kawan Seko Nol telanjur cinta dengan anak- anak Gilangharjo, buktinya meskipun bulan panas-panas dibulan puasa (meskipun banyak yg gak puasa sebenernya) tapi kami dan anak-anak tetap ceria menanti beduk puasa bertalu sambil bermain permainan anak-anak tapi sayang cuma ini dokumentasi yang terselamatkan.
Ayo kawan-kawan yang masih punya dokumentasi apapun berkaitan dengan kegiatan Seko Nol segera kumpulkan!!!

Pentas Teater Anak Melikan, “API BUKAN TUHAN”

Suasana latihan sambil menunggu waktu buka puasa


Salahsatu anak yang berperan sebagai sahabat nabi



Panggung pementasan adalah rumah mereka yang runtuh akibat gempa


Meskipun make upnya serem tapi namanya juga anak-anak jadi tetap lucu

Melikan-Bantul, 13 Oktober 2006

Proses pendampingan teater untuk anak-anak Melikan ini terhitung proses dadakan namun karena kawan-kawan Seko Nol sudah terbiasa dengan hal yang berkaitan dengan waktu yang mepet maka proses pendampingan teater hingga pementasan yang hanya membutuhkan waktu kurang dari dua minggu ini pun tetap disanggupi oleh kawan-kawan, selain yang meminta adalah kawan kami tetapi yang lebih memicu kami bersedia melatih adalah kehebatan anak-anak Melikan itu sendiri.


Belajar teater diantara sisa-sisa puing rumah mereka, ditambah lagi sedang puasa dan dikejar waktu pementasan untuk peringatan Nuzulul Quran, hal ini tidak mengurangi sedikit pun semangat anak-anak untuk terus berlatih. Ada sekitar dua puluh anak yang terlibat dalam pementasan yang mengangkat tema tentang kesesatan manusia jaman jahiliyah yang memuja api, bukan Tuhan. Cerita yang mengambil setting jazirah Arab ini yang nota bene berbau nuansa padang pasir tidak membuat gentar bagian kostum, setting dan properti. Kostum disiasati dengan baju-baju yang biasa mereka kenakan untuk TPA, setting padang pasir diperkuat dengan peran kambing yang seolah-olah menjadi Unta meskipun empat membuat keonaran ketika pentas kambing tersebut terlepas lari menuju tim musik yang mendadak panik. Sementara nuansa padang pasir semakin diperkuat dengan permainan musik rebana yang dimainkan oleh anak-anak juga.


Proses pembuatan naskah dadakanpun dikerjakan secara keroyokan oleh Alyt, Pono, Bung Yos dan Sulis begitu juga saat memfasilitasi latihan teater. Kekaguman para orang tua terpancar ketika menyaksikan sendiri pementasan anak-anak mereka, begitu juga kami para fasilitator latihan. Pementasan sederhana ini menjadi pementasan akbar bagi anak-anak meskipun baru pertamakali mengikuti latihan terlebih mementaskan naskah teater anak namun mereka tidak ragu untuk ikut lagi dalam pementasan berikutnya, hal ini kami ketahui setelah selesai pementasan hampir semua anak bersedia ketika kami usulkan latihan untuk pentas kesempatan lainnya lagi.

Rabu, Juli 30, 2008

Hari Anak Nusantara bersama Anak-anak Gilangharjo

Horee… tim kami kalah…, loh kalah koq senang sih?... biarin yg penting senang...weeks


Hehehe… pipa kami gak bakal bocor karena udah kami tambal


Rame Ya.....

Nah kalo permainan ini kami sebut dengan Kereta Balon. Yaahh balonnya terbang!


Sungai Beracun kami seberangi hanya dengan selembar kertas koran, hebat kan!



Ahh, baca dulu korannya biarin aja yang lain kecebur



Lima tali, satu botol, satu tujuan; MENANG!



Yah tumpah deh airnya, gara-gara Mas Fredy nih!



Koq cuma dikasih sedotan sih Mas Fredy, minumnya mana?




Nih begini caranya main Bom Waktu, harus hati-hati



Yang haus.. yang haus.. ayo beli cuma gopek. Saya beli dua Mas, buat main pipa bocor



Cepetan dong tumpahin airnya, mbak Dita dah gak sabar tuh mau minum



Mas Qiting, airnya jangan diminum dong! Ini untuk mainan kami



Ade-ade kalau mbak Emily mau ikutan boleh gak?



Mantan anak-anak ini juga suka dengan bubur kacang ijo bahkan minta tambah!


Anak-anak berkumpul di rumah Pak Dukuh untuk menonton film DENIAS sambil menikmati bubur kacang ijo dan susu segar


Meskipun DENIAS menceritakan keadaan anak Papua sementara penontonnya anak Bantul tapi mereka memiliki kesamaan yaitu Anak Nusantara yang berhak untuk gembira di hari istimewa mereka


Gilangharjo-Bantul, 29 Juli 2007


Komitmen komunitas Seko Nol untuk menyebarkan keceriaan terutama bagi kecerian anak-anak Indonesia kami tunjukkan kembali. Meskipun program Trauma Healing yang kami tujukan bagi anak-anak korban gempa bumi Bantul telah selesai tapi kerinduan kami untuk bermain kembali dengan anak-anak tidak dapat kami bendung, akhirnya melalui momen Hari Anak Nusantara kami berupaya kembali menciptakan senyum manis anak-anak Gilangharjo. Lokasi yang kami datangi masih sama namun banyak perbedaan kondisi yang sangat signifikan disana. Semula kami hadir dilokasi dengan kondisi sekitar yang menyedihkan karena puing-puing rumah mereka yang menjadi bukti kehebatan guncangan gempa tapi ketika kami datang kembali disana, kini hampir semua rumah mereka telah kembali tegak dan layak huni.


Program yang kami jalankan kali ini tidaklah seberat ketika pertamakali kami datang di Gilangharjo, kami masih ingat betapa sulitnya memunculkan kepercayaan anak-anak bahwa mereka masih bisa tersenyum meski tertimpa musibah waktu itu tapi berkat kesabaran kawan-kawan dan ketangguhan mental anak-anak itu sendiri akhirnya keceriaan selalu muncul selama proses Trauma Healing, itu dahulu kala tapi kehadiran kami di Hari Anak Nusantara dengan tawaran berbagai permainan seru (pipa bocor, sungai beracun, bom waktu, seven up dll) selain itu juga ada acara nonton film anak “DENIAS” sambil menikmati bubur kacang ijo dan susu sehat, membuktikan bahwa acara Hari Anak bukan hanya milik anak-anak kota tapi juga seluruh anak Indonesia.


Sebenarnya bukan kami yang menghibur anak-anak Gilangharjo tapi kecerian anak-anak justru yang menghibur kami yang tidak bisa menjadi anak-anak lagi. Kawan-kawan Seko Nol tidak kalah cerianya menikmati kegiatan ini begitu juga orang tua anak-anak yang berterimakasih karena kami masih bersedia mau bermain dengan anak-anak mereka. Kegiatan ini dapat diselenggarakan karena didukung oleh kawan-kawan dari Komunitas Pocee Pro dan Moral Security yang merupakan kawan dekat kami yang juga peduli dengan senyum anak Indonesia.

Long March dan Temu Rakyat Yogyakarta, Hari AIDS Internasional

Long March dan Temu Rakyat Yogyakarta dalam rangka Hari AIDS Internasional
Yogyakarta, 2 Desember 2006

Rangkaian kegiatan yang didukung oleh seluruh elemen yang peduli terhadap Advokasi kesehatan bagi penderita HIV/AIDS, diantaranya PKBI DIY, KPAD, LP3Y, Yayasan Kembang, IHAP, Fak. Kedokteran UMY, PMI, Komunitas Gay, Waria, PSK, Anak Jalana.Pelajar dll, ini digelar sepanjang jalan Malioboro dimulai dengan Aksi Damai Long March dari Taman Parkir Abu Bakar Ali berjalan selain memberikan pita merah (red ribbon), bunga dan leaflet tapi juga berorasi menyuarakan aspirasi peningkatan kepedulian masyarakat Jogja terhadap HIV/AIDS dan meminta ada kebijakan publik dari Pemda DIY agar peduli terhadap ODHA (Orang Dengan Hiv/AIDS), berjalan menuju Gedung DPR, sempat berhenti didepan Mall Malioboro, Kepatihan dan berakhir di Monumen SO 1 Maret.


Mengapa Komunitas Seni Seko Nol turut dalam Aksi ini?
Pertanyaan ini sudah pasti terjawab karena komunitas seni ini tidak hanya sekedar komunitas yang cuma menikmati dunia seni semata tetapi kami sepakat dengan upaya kami lewat jalur seni maka penyampaian informasi dalam hal ini mengenai HIV/AIDS akan lebih efektif karena masyarakat sudah bosan mendengar ocehan belaka, selain itu juga keterlibatan kami juga sebagai bentuk solidaritas terhadap kelompok-kelompok yang mempunyai resiko tinggi terkena dampak HIV/AIDS.


Kami juga sadar komunitas in harus bergandengan dengan elemen masyarakat lainnya untuk mewujudkan upaya kami dan yang gak kalah pentingnya juga sebagai media informasi bahwa kami juga akan ada pementasan Wayang Wong Edan dengan Lakon “ Arjuno ke Taman Memolo” yang akan digelar di dua lokasi yaitu Srimartani, Piyungan pada tanggal 5 Desember 2006 dan Ganjuran, Sumbermulyo Bantul, 7 Desember 2006, merupakan salahsatu upaya kami menghibur masyarakat Bantul yang masih merasakan akibat gempa bumi tetapi juga menyampaikan informasi dasar mengenai HIV/AIDS dengan tontonan segar.





Komunitas Seko Nol yang dekat dengan LSM yang bergerak dibidang Advokasi HIV/AIDS


YS, perwakilan komunitas Waria yang meneriakan suaranya,
MAJU TAK GENTAR!

Alyt, Emily dan Ofy, istirahat sejenak setelah Long March bersama peserta lainnya


Temu Rakyat Yogyakarta, Komunitas Seko Nol membuktikan diri untuk peduli dan terlibat dalam perjuangan mengatasi HIV/AIDS

Bukan sekedar poster belaka tapi ini suara hati kami, jadi mohon dengarkan kami!



Disaksikan patung pejuang Jogjakarta, Deklarasipun kami gemakan, kami pun tetap berjuang wahai pahlawan


Kami juga percaya Jogja masih Nyaman bagi ODHA

Pelajar dan Mahasiswa pun peduli
Long March dalam rangka Hari AIDS Sedunia (International AIDS Day)

Komunitas Gay, Waria, PSK dan Anak Jalanan menyuarakan aspirasi mereka


Mami Vinolia tokoh sekaligus ikon perjuangan Waria menghadapi HIV/AIDS


Berada didepan sebagai dukungan dan kepedulian